Pages

Kamis, 04 Oktober 2012

Identitas Pembeda (Baru) itu Bernama Gadget


Masa lalu BlackBerry sepertinya penuh diwarnai kesombongan. Saat iPhone pertama kali diperkenalkan pada 2007 silam, Mike Lazaridis, CEO Research in Motion saat itu (selaku produsen BlackBerry), meremehkan kehadiran iPhone.

Lazaridis sendiri sebenarnya sedang menanggapi optimisme pendiri Apple, Steve Jobs. Dengan yakin Steve Jobs pernah berkata bahwa Apple memiliki visi akan mengubah ponsel layaknya komputer dan menyingkirkan popularitas BlackBerry.

Mendengar ucapan Steve Jobs itu, Lazaridis malah mempertanyakan apa yang sudah dicapai Apple di pasaran. "Berapa yang dimiliki Apple di pasaran? Jelas kecil," ucap Lazaridis ketika itu, dilansir dari Gizmodo.


Saat itu BlackBerry memang di puncak kejayaan. Hampir semua eksekutif menggunakan smartphone yang identik dengan keypad Qwerty itu. Fitur push email, layanan BlackBerry Messenger, serta kemudahan mengetik dalam keypad Qwerty menjadikan BlackBerry sangat membantu para eksekutif dalam aktivitas kerja.

Tapi kemudian semakin berkembangnya tren ponsel buah hitam ini, BlackBerry pun mengalami degradasi dari sisi fungsi. Ketika itu, saya ingat benar kalau punya banyak kenalan yang memiliki BlackBerry tapi sekedar menggunakannya untuk telepon, sms, dan yah.. paling-paling mengandalkan BlackBerry Messenger untuk irit sms dan telepon.

Saat itu juga bahkan sempat berpikir, jangan-jangan BlackBerry seperti menikah: Sebetulnya banyak yang belum membutuhkan itu, tapi melakukan hanya karena tuntutan sosial semata.

Tapi kemarin, ada hal yang membuat saya tersenyum miris. RIM mengalami masalah jaringan di Asia Pasifik, sehingga layanan BlackBerry Messenger tersendat. Sebetulnya bukan hanya kemarin saja BlackBerry bermasalah, tepat Oktober tahun lalu, jaringan RIM bahkan mengalami masalah yang mengganggu layanan BlackBerry di Eropa, Amerika Utara, dan sebagian wilayah Asia. Seringnya masalah jaringan yang dimiliki layanan BlackBerry memang menjadikan RIM semakin terpuruk.

Ironisnya, sewaktu saya intip di Twitter atau Facebook, yang kemarin 'bersorak' dengan rusaknya layanan BlackBerry adalah para fanboy Apple, dan juga fanboy Android.

Jika memang roda hidup berputar, jangan-jangan Apple dan RIM memang berada di posisi yang berlawanan. Karena kini Apple meroket menjadi perusahaan teknologi paling bernilai saat ini.

Dinamika yang wajar? Sepertinya.

Mungkin nanti akan hadir pula masa ketika Apple terpuruk. Karena memang 'suratan takdir' kalau teknologi berkembang, dengan cepat bahkan.

Produk teknologi juga bukan agama.

Karena itu saya sering heran dengan tingkah dan polah para fanboy. Karena para fanboy identik dengan perilaku memuja produk yang mereka pakai, dan menghina produk yang dipakai orang lain.

Manusia sepertinya memang hobi mencari perbedaan. Manusia sepertinya memang terobsesi dengan identitas. Seperti tak merasa cukup terkotak-kotak dalam perbedaan agama, suku, bangsa, negara, juga ras, kini manusia modern pun menambah sekat identitas baru: gadget.
Life was much simpler when Apple and Blackberry were just fruits.
Bayu Galih | Stanchart Lt 31, 4 Oktober 2012

*sumber foto: The Guardian

1 komentar:

  1. Benar sekali Bang.
    terkadang saya juga sempat seperti 'tidak punya teman' ditengah perang gadget ini...
    karena para penggunanya justru menggunakan aplikasi chat dari gadget bawaan mereka, dengan dalih lebih murah,

    namun sedihnya, mereka pengguna Apple dan Blackberry dilingkungan saya hanya karena tuntutan sosial yg dipikir-pikir menjadi 'korban mode' dari tuntutan itu sendiri..
    bayangkan, produk Apple dan BlackBerry yg memiliki banyak kemampuan hebat hanya digunakan untuk chat, nelpon dan kegiatan di jejaring sosial saja...

    jika melihat seperti itu, ada benarnya

    " Life was much simpler when Apple and Blackberry were just fruits "

    BalasHapus