Pages

Sabtu, 29 Desember 2007

Bahagia Bukan Karena Coklat

    Seorang teman, Anton, pernah bilang kalau dia punya teman yang punya kebiasaan unik setiap stress atau merasa tidak bahagia. Orang itu akan naik ke loteng, lihat bintang sambil makan coklat. Karena konon coklat mengandung suatu zat (saya lupa namanya) yang bisa bikin bahagia. Zat yang katanya juga terdapat ketika seseorang jatuh cinta.

    Dahsyat. Kalau memang jatuh cinta identik dengan bahagia, berarti sudah lebih dari empat tahun saya tidak bahagia. Karena sudah lebih dari empat tahun saya tak merasakan jatuh cinta.

    Sebenarnya, bahagia itu apa, sih? Kalimat menarik ini juga pernah dibahas di film Vanilla Sky, waktu Cameron Diaz bertanya ke Tom Cruise: “What is happiness to you?!” Tom Cruise tak bisa menjawab, walau pun dalam film itu dia digambarkan sempurna: tampan, kaya, popular, sukses, juga punya f*ckbody (it means somebody to f*ck with no string attached) secantik Cameron Diaz. Kesempurnaan yang harusnya bisa membuatnya bahagia.
   
    Kemudian di malam Natal, saya ikuti tips di atas: bengong lihat bintang di langit malam yang cerah setelah hujan, tapi tanpa coklat. Saya menunggu ghost of the past datang, seperti di Dickens’ Christmas Carol. Entah kenapa, saya benar-benar kangen masa lalu. Bukan hanya karena kehadiran Tiara (Imaginary Name!). Tapi lebih karena rindu akan saat-saat ketika saya masih sangat naïf dan penuh keyakinan. Tidak seperti sekarang yang mulai skeptis akut dan (kalau kata teman bernama Swasti) marah pada dunia.
   
    Mungkin saya tidak tahu apa itu bahagia. Tapi saya tahu apa itu ketidakbahagiaan: Ketika saya merasa sendirian, tidak percaya siapa pun dan apa pun. Dan yang lebih parah adalah ketika tsiqoh atau rasa percaya itu memudar. Hingga akhirnya ada tiga kata yang sangat saya benci untuk mendengarnya: Cinta, Rakyat, dan Tuhan. Soalnya tiga kata penuh makna tersebut dengan entengnya diucapkan tanpa merasa berdosa, untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
   
    Hmmmm… It’s a very long December. Tapi sebentar lagi sengkalan surya berganti. Mungkin juga saat yang tepat untuk nyanyi teriak-teriak saat tahun baru bergulir: “And there’s reasons to believe. Maybe this year will be better than the last.”
   
    Dengan sejuta harapan: Bisa merasakan embun sepulang dari sholat subuh di masjid setiap pagi. Bisa lebih sering merasakan getaran kedekatan denganNya, dari setiap dzikir, dari setiap perenungan kekhilafan, juga dari setiap doa permintaan. Juga bisa mengencangkan lagi ta’liful qulub yang sempat merenggang, hingga tsiqoh kembali terbangun.
   
    Ahh… Memang benar kata Counting Crows, “and there’s reasons to believe.” Bahagia ternyata identik dengan iman. Hanya dengan mengingatNya hati jadi tenang. 

Sabtu, 08 Desember 2007

Serupa Adam

harusnya aku mencarinya
walau harus bergulat dengan
ganasnya samudra;
walau harus melintas
bentang benua;
walau harus mendaki
julangan meru;

serupa adam
yang mencari tulang rusuknya
yang hilang

hanya saja...
tulang rusukku hilang
dicuri anjing
dikubur
di halaman belakang rumah orang

februari, 2007