Pages

Sabtu, 16 Februari 2008

........ | ...---... | ........

    Kebetulan saja hari itu 14 Februari (jadi ingat tulisan seorang teman). Beberapa sibuk dengan urusan melankoli merah jambu.. Tapi puan, apa lagi makna melankoli itu bagiku. Sedangkan saat itu, di suatu gedung di kuningan, yang katanya 'markas pemberantas tikus' itu, aku berkutat dengan banyak pikiran: Bahwa tidak ada lagi yang bisa dipercaya di negeri ini.
    Benar, puan. Di depan markas 'mice buster' itu, aku seakan menjadi bagian dari  skenario besar sandiwara negeri ini: Mengabarkan orang akan hal tak penting. Beberapa orang diperiksa, namun hanya tikus-tikus kecil yang ditahan.
    Andai puan bisa melihat wajah sendu tikus-tikus kecil yang dikorbankan: Pucat-pasi, terdiam-kaku, dengan sorot mata pasrah yang mengharapkan belas kasihan. Apa yang sedang dilakukan tikus-tikus besar saat itu: Sibuk koordinasi di Senayan? Ataukah memang benar sedang merencanakan skenario besar lain di Darmawangsa? Terlibatkah para pemberantas tikus dalam skenario besar itu? Entahlah, puan. Lebih baik aku gila karena memikirkanmu, dibanding gila karena itu.
    Bukan, puan. Aku bukan politisi, pengamat politik, apalagi ideolog yang menginginkan banyak hal untuk negeri. Jiwa ini terlalu rapuh untuk memimpikan sebuah negeri yang merdeka 100%, seperti yang dipikirkan Tan Malaka. Hati ini juga terlalu rapuh untuk sekedar mengucapkan harapan akan sebuah negeri yang adil dan makmur. Bukankah itu tujuan pendiri bangsa ini dalam memperjuangkan sebuah kemerdekaan? Terlalu lelah aku mendengar itu, puan.
    Mungkin bukan hanya aku yang lelah karena itu. Tapi, puan, kemudian mereka mereka menciptakan sebuah pelarian: Seperti Thomas More yang kemudian 'menciptakan' Utopia. Atau J. M. Barrie yang menghadirkan Neverland. Bahkan beberapa benak berharap konstruksi negara ideal ala Madinah zaman Rasulullah pun bisa kembali tercipta. Aahhh, cukup puan yang membuatku lelah dalam berkonstruksi....
    Lebih parah, bahkan aku tidak tahu lagi apa yang aku inginkan, puan. Jika memang benar kalau ingin adalah sumber penderitaan, cukup menginginkan puan sajalah penderitaan itu berasal. Tapi adakah rasa cukup manusia terhadap ingin? Zuhud terhadap hasrat?
     Aku lelah, puan. Dengan segala hal yang terus berkecamuk tanpa henti, dalam benak atau dalam hati. Skeptis: Tanpa kepercayaan, tanpa keinginan. Benar, puan. Puan hadir saat kepercayaan dan keinginan itu masih ada. Jadi mungkin aku lebih merindukan masa-masa itu, bukan semata kehadiranmu.
     Kebetulan saja malam itu 14 Februari. Namun entah kenapa, aku jadi teringat satu bait dari sebuah lagu, malam itu. Dan ini mengingatkanku akan kamu, puan.

you are my compass star
you are my measure
you are my pirate's map
of buried treasure...

(Sting: Ghost Story, Brand New Day, 1999)

7 komentar:

  1. inget ghe kata2 lo sendiri......
    "masih ada negeri di atas awan yg harus kita bangun......."

    BalasHapus
  2. mmmm.......bgs jg tulisannya mas..

    BalasHapus
  3. curcoooooolllll muluuuuu.. ngareeeeeeeppppp muluuuuu..

    uswah udah jadi reporter juga tuhhhh.. tapi bukan di sebuah gurita media kayak elu..

    BalasHapus
  4. Yang lebih indah dari Neverland...
    Juga lebih indah dari video klip om Katon itu..

    BalasHapus
  5. Jangan berdiri aja di perempatan jalan.
    Nanti malah makin bingung
    Naik bis ke salah satu tujuan dong ...

    BalasHapus