Pages

Senin, 28 Januari 2008

For Smiling General

Ketika tujuh langkah kaki terakhir iringan upacara kenegaraan berakhir: Keluarga Cendana, SBY, JK, kroni, kerabat, dan utusan negara sahabat meninggalkanmu sendiri. Kemudian datang Munkar dan Nakir....

Masihkah kau tersenyum, Jendral?

Ingatkah kau dengan ribuan orang yang kau tindas:
yang tanahnya kau rampas untuk kepentinganmu sebagai Bapak Pembangunan,
yang bapak atau ibunya dibunuh untuk mempertahankan kekuasaanmu,
yang anaknya kau renggut dari pelukan orang tua karena mengkritik kebijakanmu,
yang masa depannya kau hancurkan karena cap Komunis atau Islam Ekstrimis.

Mungkin karena itulah Tuhan menciptakan surga dan neraka. Sebagai tempat pengadilan sebenarnya. Dan tak akan ada hakim yang bisa dibunuh atas pesanan putra bungsumu. Dan tak akan ada jaksa yang bisa disuap oleh kroni-kronimu.

Maaf, Jendral. Sekali lagi maaf. Kami juga sudah memaafkan Jendral. Namun memaafkan bukan berarti melupakan. Memaafkan berarti menyerahkan keadilan kepadaNYA. Terlalu banyak jiwa yang tertindas akibat kekuasaanmu, Jendral.. Semoga NYA juga memberikan qishos setimpal atas perbuatan yang kau lakukan.

Karena apabila tidak, NYA tidak layak untuk disembah. NYA tidak benar-benar mendengarkan doa hambanya yang terzholimi. Yang mati: karena mempertahankan haknya yang dirampas; atau karena menolak tunduk terhadap burung thogut yang membawa lima sila;

Maaf, Jendral. Tulisan ini bukan karena tendesi kebencian akanmu. Hanya saja, kami tidak ingin martir-martir kami, syuhada-syuhada kami, mati dengan sia-sia.

Begitu pula dengan korban Petrus (Penembakan Misterius): orang-orang yang dianggap jahat oleh pemerintahanmu, tetapi mereka juga punya hak untuk hidup. Dan Jendral, kau bukanlah orang yang berhak atas nyawa siapapun, sebanyak apapun catatan kriminal orang tersebut.

Selamat menempuh persidangan, Jendral... Apapun yang NYA putuskan, kami ikhlas!


dari mantan rakyatmu

5 komentar: