Dahsyat. Kalau memang jatuh cinta identik dengan bahagia, berarti sudah lebih dari empat tahun saya tidak bahagia. Karena sudah lebih dari empat tahun saya tak merasakan jatuh cinta.
Sebenarnya, bahagia itu apa, sih? Kalimat menarik ini juga pernah dibahas di film Vanilla Sky, waktu Cameron Diaz bertanya ke Tom Cruise: “What is happiness to you?!” Tom Cruise tak bisa menjawab, walau pun dalam film itu dia digambarkan sempurna: tampan, kaya, popular, sukses, juga punya f*ckbody (it means somebody to f*ck with no string attached) secantik Cameron Diaz. Kesempurnaan yang harusnya bisa membuatnya bahagia.
Kemudian di malam Natal, saya ikuti tips di atas: bengong lihat bintang di langit malam yang cerah setelah hujan, tapi tanpa coklat. Saya menunggu ghost of the past datang, seperti di Dickens’ Christmas Carol. Entah kenapa, saya benar-benar kangen masa lalu. Bukan hanya karena kehadiran Tiara (Imaginary Name!). Tapi lebih karena rindu akan saat-saat ketika saya masih sangat naïf dan penuh keyakinan. Tidak seperti sekarang yang mulai skeptis akut dan (kalau kata teman bernama Swasti) marah pada dunia.
Mungkin saya tidak tahu apa itu bahagia. Tapi saya tahu apa itu ketidakbahagiaan: Ketika saya merasa sendirian, tidak percaya siapa pun dan apa pun. Dan yang lebih parah adalah ketika tsiqoh atau rasa percaya itu memudar. Hingga akhirnya ada tiga kata yang sangat saya benci untuk mendengarnya: Cinta, Rakyat, dan Tuhan. Soalnya tiga kata penuh makna tersebut dengan entengnya diucapkan tanpa merasa berdosa, untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Hmmmm… It’s a very long December. Tapi sebentar lagi sengkalan surya berganti. Mungkin juga saat yang tepat untuk nyanyi teriak-teriak saat tahun baru bergulir: “And there’s reasons to believe. Maybe this year will be better than the last.”
Dengan sejuta harapan: Bisa merasakan embun sepulang dari sholat subuh di masjid setiap pagi. Bisa lebih sering merasakan getaran kedekatan denganNya, dari setiap dzikir, dari setiap perenungan kekhilafan, juga dari setiap doa permintaan. Juga bisa mengencangkan lagi ta’liful qulub yang sempat merenggang, hingga tsiqoh kembali terbangun.
Ahh… Memang benar kata Counting Crows, “and there’s reasons to believe.” Bahagia ternyata identik dengan iman. Hanya dengan mengingatNya hati jadi tenang.
Hmmm kalo kata roomate gue yang anak neurosience sih, tuh zat kimia namanya dopamin. Tiap kita merasa tertarik, suka (bukan cuma pada orang), dopamin itu muncul dan memompa kerja otak dan otomatis berpengaruh pada seluruh tubuh. Misal, gue suka banget ...baju di toko A... dopamin keluar, pengen beli... kepikiran,... berani bayar gede, berani ngapain aja...... Dan itu semua harusnya bisa kita arahkan satu, pada yang Esa. Setuju deh ama lo. Moga2 taun depan ibadah kita bisa lebih nikmat.
BalasHapusAMIIIIIIIIIIIIN!!!!!!!!
BalasHapushiks....moga.....
BalasHapus